50 % Iklan di blog ini disumbangkan
untuk kegiatan lingkungan hidup,
bencana alam dan pengembangan
kegiatan di alam bebas.
Satu Klik Rp. 300,-

Deddy Madjmoe :Kegelisahan Penjaga Lingkungan


Banjir, longsor, dan kerusakan lingkungan menjadi keresahan hidup Deddy Madjmoe (42). Di Ciledug Wetan, desa kecil di pinggir pantai utara Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, aktivis lingkungan ini memilih mengorbankan waktu dan tenaga untuk menggerakkan puluhan warga guna mengembalikan lingkungan desanya agar hijau lagi.
Deddy akrab dipanggil dengan Deddy Kermit. Panggilan Kermit—si katak hijau dalam serial televisi—itu karena sejak SMA tahun 1987 dia suka mendaki gunung dan aktivitas cinta alam lainnya.
Deddy, yang sehari-hari bekerja sebagai herbalis, sangat memerhatikan ketidakberesan alam. Ia resah melihat sekawanan rusa dan babi hutan yang turun dari hutan di perbukitan karena kekeringan. ”Ini tidak biasa,” katanya suatu saat.
Deddy menangkap keganjilan alam tersebut. Ia tahu betul ada yang tak beres dan dia tak berhenti mencari tahu penyebabnya.
Dua tahun lalu, Deddy dan kawan-kawan dari Perkumpulan Pencinta Kelestarian Alam (Petakala) Grage, Cirebon, melepaskan induk rusa di hutan Gunung Tilu, perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Induk rusa itu diharapkan bisa berkembang biak secara alami karena populasinya kian menciut akibat perburuan, permukiman, dan perladangan. Namun kini, rusa-rusa itu justru mendekati perkampungan.
Karena penasaran, Deddy dan kawan-kawannya pun mengadakan survei kecil tentang mata air. Hasilnya, ternyata alam memang sudah terdegradasi. Tiga mata air yang ditemukan ternyata semuanya sudah tak lagi menyediakan air berlimpah.
Mata air di hutan Caringin, misalnya, kering pada musim kemarau. Adapun mata air Jamberancak hanya mengalir dengan volume kecil. Hutan-hutan habitat babi dan rusa yang dahulu hijau berubah menjadi ladang tebu dan tambang pasir. Hutan tak lagi menyediakan cukup air untuk penghuninya, seperti rusa dan babi hutan, pada musim kemarau.
Kegelisahan Deddy berlanjut dan mendorongnya untuk terlibat langsung dalam aksi lingkungan. Pada Januari 2010, saat banjir mengepung Cirebon, pemanjat tebing ini mengabaikan pekerjaannya sebagai herbalis.
Setiap hari ia memantau ketinggian air Sungai Cisanggarung yang hampir selalu meluap saat hujan. Di kala warga lain terlelap tidur, ia memilih menjadi sukarelawan siaga banjir dan membantu warga yang kebanjiran.
Saat tanggul desa jebol dan melimpahkan isi sungai ke perkampungan, merendam persawahan, dan usaha batu bata warga, kegelisahan Deddy pun memuncak. Ia berkali-kali mengadu kepada pemerintah tentang derita warga di wilayahnya akibat banjir karena sedimentasi dan jebolnya tanggul. Karena tak segera ditanggapi, ia dan rekan-rekannya pun akhirnya bergerak sendiri.

Bermodal tenaga dan tekad, Deddy bersama warga dan para aktivis di Petakala Grage membangun tanggul darurat secara swadaya. Modalnya hanya bambu, makanan, dan bantuan tenaga dari warga serta karung dari instansi pemerintah. Hasil kerja dari modal sederhana itu untuk sementara bisa memberikan rasa aman bagi warga.
Langkahnya tidak berhenti di situ. Deddy dan kawan-kawan juga merambah ke Kuningan. Mereka berjuang membuat kawasan karst Goa Indrakila di Kuningan agar tetap lestari.
Kawasan yang menjadi habitat tanaman langka dan macan ini dikhawatirkan rusak akibat kegiatan penambangan pasir. Deddy berpikir menjadikan kawasan ini sebagai ekowisata lebih menguntungkan dalam jangka panjang dibandingkan proses penambangan pasir yang jelas-jelas merusak lingkungan.
”Indrakila bisa terpelihara dengan ekowisata. Penduduk pun akan ikut memelihara karena ini sumber ekonomi mereka,” kata Deddy suatu sore ketika menengok kawasan karst Maneungteung di Cirebon.
Tabungan sendiri
Deddy akrab dengan dunia lingkungan sejak SMA. Panjat tebing dan naik gunung adalah kegiatannya sehari-hari. Dari situlah dia mengenal alam sangat dekat. Bahkan, hidupnya kini tak bisa jauh dari tumbuhan dan hewan.
Meski demikian, Deddy tidak hidup dari kegiatannya yang berkaitan dengan lingkungan. Ia justru yang menghidupi kegiatan itu dengan mendirikan organisasi nirlaba Petakala Grage pada 1986 bersama teman temannya.
Setiap kali mengadakan kegiatan, seperti kerja bakti pembangunan tanggul, penanaman pohon, atau pelepasan rusa, ia rela mengorbankan tabungan pribadinya. Padahal, dari sisi materi, ayah tiga anak ini hidup sederhana. Sarana transportasinya hanya sepeda onthel dan istrinya masih bekerja sebagai guru honorer di SD Negeri II Ciledug Wetan.
Tentu saja usaha yang dilakukan Deddy tak bisa berhasil tanpa dukungan rekan-rekannya. Sama halnya dengan Deddy, mereka punya jiwa dan kesadaran lingkungan yang tinggi. Untuk hidup, mereka bekerja sebagai mekanik bengkel atau penjahit. Sebagian hasil kerja mereka itu disumbangkan untuk kegiatan pelestarian lingkungan. ”Ini memang panggilan hidup kami, rasanya tidak rela jika pohon dirusak,” ujar Deddy.
Baru-baru ini, Deddy dan 20 kawannya mencoba menghijaukan Bukit Maneungteung di perbatasan Cirebon dan Kuningan dengan tanaman manoa, asam jawa, dan pinang. Seperti langkah sebelumnya, dia melibatkan warga dan menggunakan dana swadaya dari tabungan pribadi mereka.
Bukit itu sejak bertahun-tahun lalu menarik perhatian mereka karena berubah fungsi dari hutan menjadi tambang pasir. Kini separuh bukit telah hilang karena digali pasirnya. Fungsinya sebagai salah satu sumber penyerapan air di wilayah timur Cirebon kini hilang karena tak ada satu pohon pun yang tumbuh.
Gerakan menanam pohon secara swadaya adalah jawabannya karena belum tampak ada tindakan dari pemerintah untuk menyelamatkan lingkungan hutan tersebut.
Meski bermisi sosial, gerakan Deddy tak selamanya berjalan lancar. Niatnya menghijaukan Bukit Maneungteung seluas lebih dari 5 hektar membuat dia harus berurusan dengan polisi. Polisi melarang kegiatan penanaman pohon di bukit yang kini masih dalam perkara hukum karena penambangan ilegal tersebut.
Namun, jangan sebut dia Deddy Kermit jika menyerah. Dia tetap melanjutkan usaha itu. ”Polisi memegang KUHP sebagai dasar tindakan, tetapi kami pencinta lingkungan berpikir beda. Kalau tidak segera dihijaukan, bagaimana nanti jadinya lingkungan ini,” katanya.


  • didik raharyono
    Rabu, 6 Oktober 2010 | 21:17 WIB
    bravo! bravo! hong wilaheng sekareng bawono langgeng.... semoga DIA benar-benar Tidak Tidur.... selamat berdzikir Kang Deddy...

  • marudut siahaan
    Kamis, 30 September 2010 | 12:18 WIB
    Seharusnya semua manusia saat ini, di belahan manapun terutama korporasi-korporasi, pemerintah pusat dan daerah, harus sadar dan bertobat bahwa kita semua tidak bisa hidup tanpa alam. Jika kita tidak memperhatikan kelestarian alam, maka tidak hanya kita yang akan rugi dan menderita, tetapi juga pastinya para anak-anak kita generasi berikutnya. Bertobatlah! Cintailah lingkunganmu!

  • Vega Priyono
    Kamis, 30 September 2010 | 10:48 WIB
    salung A...jd teringat ktika qt bersama melakukan penghijauan di bukit itu pada 1997......semua harapan penghijauan itu kini tergerus keserakahan pembangunan TransJawa

  • Sheila Kartika
    Selasa, 28 September 2010 | 13:10 WIB
    salut dengan orang2 seperti Kang Deddy. semoga semakin banyak yang sadar akan pentingnya lingkungan. salam hijau.

  • wilarno setiawan
    Selasa, 28 September 2010 | 07:17 WIB
    Setuju kang Deddy Kermit, semoga tetap kuat dan didukung lebih banyak lagi oleh warga yang peduli lingkungan.

Luar Biasa : Terusan Panama

Terusan Panama yang menghubungkan Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik dimulai pembangunannya tahun 1882 oleh insinyur Prancis Ferdinand De Lesseps yang juga menjadi perancang pembangunan Terusan Suez.


http://21stcenturywaves.com/blog/wp-content/uploads/2008/10/panama.jpg
Tahun 1878 Prancis mendapat izin dari pemerintah Colombia untuk membangun terusan itu, dan penggalian dimulai 4 tahun kemudian. Tahun 1886 disadari bahwa sangatlah sulit untuk membangun terusan setinggi permukaan air laut seperti Terusan Suez, lalu rencanapun diubah. Tetapi walaupun rencana yang dibuat De Lesseps bagus, namun usahanya kandas karena kehabisan biaya dan korupsi di kalangan bawahannya. Selain itu ribuan pekerja tewas oleh penyakit tropis seperti malaria dan demam kuning. Perusahaan yang didirikan untuk membangun terusan itu akhirnya bangkrut dan pembangunan terhenti.

http://static.howstuffworks.com/gif/panama-canal-2a.gif
Usaha yang sungguh-sungguh untuk melanjutkannya baru dimulai setelah seluruh saham dan hak membangun terusan itu dibeli oleh Amerika Serikat.

Amerika Serikat sebenarnya sudah sejak lama ingin membangun terusan di tanah genting Amerika Tengah. Semula dicoba membangun di Nikaragua tetapi gagal. Sebuah terusan disana akan sangat mempersingkat jarak pelayaran dari San Francisco ke New York misalnya. Keperluannya untuk kepentingan pertahanan nasional semakin dirasakan pada Perang Amerika-Spanyol tahun 1898 sewaktu Angkatan Laut Amerika mengirim kapal penempur Oregon dari San Francisco ke Kuba untuk memperkuat armada Atlantik Amerika. Kapal itu harus berlayar sejauh 13 ribu mil atau 21 ribu kilometer mengitari Amerika Selatan untuk sampai di tempat tujuan. Dan ketika kapal itu sampai, perang sudah usai.

http://www.bobbyrica.com/wp-content/uploads/2008/11/panama-canal.jpg

Tahun 1903 dengan perjanjian antara Amerika Serikat dan Panama, Amerika mendapat hak penuh untuk melanjutkan pembangunan dan mengelola terusan itu. Amerika juga diberi hak penguasaan atas kawasan di kedua pinggir terusan itu yang disebut Panama Canal Zone serta membangun instalasi militer untuk mempertahankan terusan itu dari ancaman asing.

Pembangunan dipimpin oleh Kolonel George W. Goethals seorang insinyur zeni Amerika tahun 1907. Dan akhirnya tahun 1914 terusan itu siap dan tanggal 15 Agustus tahun itu kapal pertama berlayar melintasinya.

 
Berbeda dengan Terusan Suez, Terusan Panama mengandalkan sejumlah pintu air dan sebuah danau buatan. Dari Teluk Limon di Samudera Atlantik, kapal memasuki pintu air Gatun Locks yang mengangkat kapal setinggi 26 meter dari permukaan laut. Sejumlah lokomotif listrik kecil menuntun atau mendorong kapal melintasi pintu-pintu air tersebut. Kapal kecil mematikan mesin dan didorong, sedang kapal besar dituntun tapi tetap bergerak dengan kekuatan sendiri. Pintu air raksasa dari baja di belakang kapal ditutup dan pintu air di depannya dibuka untuk mengalirkan air pelan-pelan dari Danau Gatun. Ada tiga pintu air yang harus dilewati, yang akhirnya menaikkan kapal sampai sejajar dengan permukaan danau.


http://static.travelmuse.com/docs/artwork/destination-page/pa/panama-page-panama-canal-full.jpg


Kapal kemudian melepaskan diri dari lokomotif listrik dan berlayar melintasi danau buatan itu sejauh 22 mil atau 35 kilometer. Danau buatan ini semula adalah lembah Sungai Chagres yang dibendung dengan membangun dam raksasa Gatun. Sesampai di ujung tenggara Danau Gatun kapal memasuki Lintasan Gaillard (gill-yard) yang panjangnya 13 kilometer, lebar 150 meter dan kedalaman minimum 13 meter. Di ujung lintasan Gaillard kapal kembali memasuki pintu air yang juga dilengkapi lokomotif-lokomotif pendorong. Pintu air pertama Pedro Miguel Locks menurunkan kapal 9 meter ke permukaan danau Miraflores. Dari sini kapal kemudian berlayar melintasi danau Miraflores sejauh 2 setengah kilometer ke pintu air Miraflores atau Miraflores Locks. Disini dua pintu air menurunkan kapal sampai sejajar dengan permukaan Samudera Pasifik. Dan dari sini kapal berlayar memasuki Teluk Panama dan kemudian keluar ke Samudera Pasifik.


http://farm4.static.flickr.com/3059/2700156287_5284508cd0_m.jpg
Diukur dari Teluk Limon di Samudera Atlantik ke Teluk Panama di Samudera Pasifik terusan ini memiliki panjang sekitar 82 kilometer dengan lama pelayaran sekitar 8 jam. Duabelas ribu kapal samudera melintasi terusan ini setahun, rata-rata sekitar 33 kapal sehari. Tetapi karena sempit, terusan ini tidak dapat dilewati kapal induk dan kapal tangki raksasa.
Sumber:
http://unik77.blogspot.com/2009/05/indahnya-terusan-panama.html

Polisi Bubarkan Penghijauan Swadaya

Senin, 20 September 2010 | 02:38 WIB
Cirebon, Kompas - Kepolisian Resor Cirebon di Jawa Barat, Minggu (19/9), membubarkan kegiatan penghijauan swadaya oleh para aktivis lingkungan di Cirebon. Para aktivis yang hendak menghijaukan bukit gundul tidak diperbolehkan menanam pohon karena tidak ada izin dari Polres Cirebon.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, polisi mendatangi lokasi di Bukti Maneungteung, Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon, sekitar pukul 12.00. Saat itu 20-an aktivis yang berasal dari sejumlah organisasi pencinta lingkungan, seperti Petakala Grage, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan Rakyat Pembela Lingkungan (Rapel) Cirebon, baru selesai menanam pohon di bukit gundul seluas 5 hektar tersebut.
”Kami diminta agar bubar karena tak ada izinnya. Karena tak ingin berkonflik, kami pun bubar,” kata Deddy Madjmoe, aktivis lingkungan dari Petakala Grage.
Kepala Polres Cirebon Ajun Komisaris Besar Edi Mardiyanto mengatakan, penghijauan di perbukitan Maneungteung tak berizin. Seharusnya para aktivis memberi tahu kegiatan mereka ke polres karena daerah bekas penggalian pasir ilegal itu masih dalam proses hukum. Selain itu, tambah Edi, daerah Maneungteung rawan longsor. ”Ini membahayakan para aktivis sendiri. Kalau terjadi apa-apa, bagaimana?” kata Edi.
Protes
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Ogi mempertanyakan tindakan polisi yang membubarkan aksi penanaman pohon.
Menurut Ogi, polisi ataupun pemerintah seharusnya mendukung kegiatan lingkungan, seperti penanaman pohon, karena merupakan kegiatan positif, apalagi kegiatan itu dilakukan secara swadaya.
”Saya heran mengapa harus ada izinnya karena selama ini kegiatan penanaman pohon, apalagi untuk penyelamatan lingkungan, tidak perlu izin,” katanya.
Menurut Ogi, jika masyarakat dipersulit untuk menanam pohon guna menyelamatkan lingkungan, pemerintah seharusnya bertanggung jawab penuh atas kerusakan lingkungan.
Upri Embreng, aktivis Petakala Grage, mengatakan, para aktivis di Cirebon mau secara sukarela menanam pohon karena Bukit Maneungteung merupakan salah satu pusat resapan air di wilayah timur Cirebon. (NIT)

Bukit Azimut Terancam Longsor Lagi

 

Desak Kapolda Pantau Kasus Galian Azimut
WALED - Pembina LSM Petakala Grage, Dedi Madjmoe merekomendasikan agar sisi atas tebing bagian timur bukit Azimut Desa Waledasem, Kecamatan Waled untuk diamankan dulu dengan membuat gundukan dan penanaman krucuk bambu serta tanaman penguat lainnya untuk menghindari longsor.
“Karena di atas tebing sudah banyak longsoran lagi kami menyarankan kepada Kapolres Cirebon untuk mengizinkan kami menanam pohon-pohon tersebut,” paparnya.

Rekomendasi itu dikeluarkan berdasarkan hasil pantauan Petakala Grage pada Senin (14/9) yang menemukan tanda-tanda akan terjadi longsor besar. “Kami banyak menemukan retak-retakan di bagian timur tebing kalau tidak segera ditangani dikhawatirkan bencana besar akan terjadi,” ungkap Dedi.
Terpisah Koordinator Mapala Cirebon Timur Qoribullah SH, mendesak kepada Polri untuk menangkap pelaku kejahatan lingkungan di bukit Azimut. “Segera seret aparatur Pemerintah Kabupaten Cirebon terkait dan para pengusaha yang jelas-jelas terlibat dalam kejahatan tersebut.

Pihaknya juga mendesak kepada Kapolda Jabar dan Kapolri untuk memantau langsung perkembangan kasus tersebut dan mengimbau kepada seluruh masyarakat Cirebon untuk turut serta memantau langsung perkembangan penyidikan kasus tersebut jangan sampai bubar di tengah jalan.
“Insya Allah kalau tidak ada halangan kita akan buat aksi dan doa bersama di bukit Azimut dan mendesak kepada Presiden dan Kapolri bila perlu KPK agar jangan takut terhadap pengusaha dan oknum pejabat pemerintah yang terlibat dalam kasus rusaknya bukit Azimut,” tandasnya. (jun)

Jalan Alternatif Rusak Lagi

Belum Lama Diperbaiki Dinas Bina Marga
PABUARAN – Baru beberapa hari diperbaiki, ruas jalan alternatif yang berada di depan pasar sayur Desa Pabuaran Wetan, Kec Pabuaran kembali rusak.  Dari pantauan Radar, kemarin (3/9) jalan yang kembali rusak itu terbentang sepanjang ratusan meter mulai dari depan pasar sayur hingga SPBU Ciledug. Jenis kerusakannya meliputi jalan berlubang dan berdebu, sehingga cukup berbahaya bagi para pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor.
Salahsatu pengguna jalan, Agung Eros mengatakan, perbaikan jalan tersebut hanya membuang-buang anggaran saja. Pihaknya tahu persis bagaimana para pekerja perbaikan jalan dari Dinas Bina Marga Kab Cirebon hanya mengurug lubang dengan pasir. ”Lubang yang besar hanya diurug tanah cadas kemudian diperkeras dengan selender, aspal hanya buat perekat saja, malamnya terkena hujan besoknya ya rusak lagi,” paparnya.
Dia mengungkapkan, pemerintah tidak serius dalam menggarap jalan. Mereka terlalu menganggap enteng dalam menyikapi persoalan jalan. ”Kalau caranya seperti itu, warga pun bisa dengan menyetop kendaraan pengangkut pasir dan menumpahknya ke jalan. Tapi, kami tidak ingin berbuat anarkis, harusnya pemerintah merespons dengan baik terkait perbaikan jalan,” tuturnya.
Aktivis WTC, Kuswari yang secara kebetulan menghampiri Radar ketika wawancara dengan Agung juga mengatakan hal yang sama. Malah, pihaknya ingin mengaspal sendiri jalan yang rusak ini. ”Kita punya pemerintah daerah, tapi pemerintahnya acuh tak acuh terhadap kondisi riil di masyarakat. Kalau begitu fungsi pemerintah sebagai abdi masyarakat sudah hilang, ngurus jalan saja tidak becus,” paparnya.
Dikatakan, soal perbaikan ini hanya sementara dikarenakan mendekati arus mudik itu soal lain. Yang terpenting kesungguhan pemerintah Kab Cirebon untuk membangun infrastruktur guna memperlancar pembangunan khususnya di WTC. ”Dulu, katanya bulan Juli, kemudian Agustus. Sekarang Agustus sudah lewat alasannya pasca lebaran. Lalu setelah itu apa lagi alasannya?” sindirnya. (jun)

Galian Maneungteung/Azimut Rusak Cagar Budaya

Hasil Survei Tim IPB, KLH dan Penyidik Polres Cirebon
WALED –  Eksploitasi bukit Azimut di Desa Waledasem, Kec Waled tidak hanya merusak lingkungan tapi juga diindikasikan membawa kerusakan terhadap cagar budaya. Hal tersebut terungkap saat tim peneliti gabungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Jakarta dan penyidik Polres Cirebon yang didampingi LSM Petakala Grage meninjau langsung bukit Azimut, kemarin (2/9).
“Setelah kami mengelilingi bukit, kami menemukan pecahan keramik kuno peninggalan kerajaan Maneunteung di bekas tanah galian. Hal ini membuktikan bahwa bukit Azimut merupakan cagar budaya yang telah dirusak keberadaannya,” papar Ketua Tim  Penyidik Kementerian Lingkungan Hidup Zaenal Abidin SH.

Tim juga menemukan fosil tulang yang menyerupai tulang paha yang tak jauh dari penemuan keramik tersebut. “Kami belum bisa memastikan ini tulang manusia purba atau hewan purba, karena harus dalam proses penelitian dari yang ahlinya,” katanya.

Selain menemukan benda-benda tersebut, tim juga menemukan retakan-retakan di atas bukit yang apabila terkena air hujan bisa mengakibatkan longsor yang bisa menimbulkan korban jiwa. Kemudian ada juga kerusakan infrastruktur jalan dan saluran irigasi akibat aktivitas penggalian. “Telah terjadi kerusakan lingkungan kawasan lindung dengan kecuraman lebih dari 40 persen dan telah terjadi penimbunan material yang bisa mengancam nyawa manusia yang berada di bawahnya,” ungkap Zaenal.

Unsur-unsur yang diteliti dalam survei ini meliputi bentang lahan, sifat fisik kawasan, sifat kimia, sifat hidrologi, vegetasi yang tumbuh dan sepadan sungai. “Nanti, bahan-bahan akan kami bawa ke lab dan diteliti,” tuturnya.
Survei ini dilakukan sebagai bahan dalam penyelidikan Polres Cirebon dalam kasus perusakan bukit Azimut yang sekarang sedang berjalan. “Hasilnya ini sebagai bukti kami di pengadilan,” bebernya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Radar menyebutkan, perusahaan yang melakukan penggalian di bukit Azimut adalah CV Family Jaya milik Frans Simanjuntak (Ucok), PT LMA milik Rudi, PT Anugerah, PT Papua dan Arif cs dengan bendera Putra Daerah. Sementara itu, Wakapolres Cirebon Kompol Subiantoro SIK melalui Kasat Reskrim AKP J Sinturi SIK membenarkan jika pihaknya mendatangkan tim ahli dari Kantor Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan kajian di bekas galian bukti Azimut.

Hal itu untuk menindaklanjuti kasus perusakan lingkungan di bukit Azimut akibat galian ilegal. “Hari ini (kemarin) ada tim ahli lingkungan hidup dari pusat datang dan bersama anggota melakukan kajian di bukit Azimut,” tuturnya. (jun/ugi)

Workshop IDwebhost - Ngeblog Cari Duit. Why Not?

Dalam rangka memperingati ulang tahun yang ke-6 yang jatuh pada tanggal 14 Januari 2010 sekaligus sebagai puncak acara penyerahan hadiah undian berhadiah, IDwebhost berniat membuka lembaran tahun baru dengan mengadakan workshop yang bertajuk “Ngeblog Cari Duit. Why Not?”

Acara tersebut akan diadakan pada :

Hari/ Tanggal     : Sabtu,  16 Januari 2010
Waktu                  : 08.00 - 15.00 WIB
Tempat               : Jogja Expo Center (JEC), Yudhistira Convention Hall (Lt. 2), Jl. Raya Janti, Yogyakarta

Workshop tersebut bakal menghadirkan pembicara yang sudah tidak asing di mata blogger dan praktisi internet marketing di Yogyakarta, seperti :

1.    Ahmad Isnaini (isnaini.com) : blogger, praktisi SEO dan internet marketing
2.    Nurudin Jauhari (jauhari.net) : blogger, themes blog designer
3.    Herman Saksono (hermansaksono.com) : blogger, praktisi IT

Kontribusi yang harus dibayar adalah sebagai berikut :

Member IDwebhost         : Rp 20.000
Mahasiswa/Pelajar         : Rp 25.000
Umum                                : Rp 35.000

Tentu saja kami memberikan berbagai fasilitas seperti makalah, blocknote + bolpoin, coffeebreak, lunch, dan berbagai doorprize menarik.

Tak hanya membuat dan merias blog yang bakal kita ulas. Cara mengoptimasi blog menggunakan SEO serta mengoptimalkan blog tersebut sebagai sumber penghasilan tambahan (atau utama) bakal kita kupas dalam workshop tersebut. Hal tersebut sesuai dengan titik berat perhatian IDwebhost yang berada pada sisi layanan dan kepuasan kepada pelanggan.

Harapan kami, selepas workshop tersebut para peserta minimal bisa kembali mengangkat performa blog atau bahkan bisa menjadikan blog sebagai sumber pendapatan bagi dapur mereka.

IDwebhost juga menerima pendaftaran online di sini

Keterangan lebih lanjut bisa menghubungi :

Hanafi   : 081226999951
Afif         : 08157963211
Office    : 0274 415585

IDwebhost
Yogyakarta Office
Jl. Perintis Kemerdekaan No 33 Yogyakarta
Telp: (0274) 415585 Fax: (0274) 385603

Jakarta Office
Graha JogjaCamp
Jl. Mampang Prapatan No. 19 C Jakarta Selatan
Telp. (021) 79184155 Fax. (021) 7941417